Warga Kota Jayapura, 70 Persen “Buang Limbah Ke Sungai”

0
173

70 Persen Warga Kota Jayapura Buang Limbah Ke Sungai

Cakupan fasilitas sanitasi di Kota Jayapura, 30 persen rumah tangga menggunakan tanki septik, sementara sisanya 70 persen masih membuang limbah mereka ke dalam selokan, kali, sungai ataupun Danau Sentani melalui kombinasi pembuangan langsung toilet juga buang air besar sembarang (BABS).

Koordinator-media-dan-kampanye-publik-IUWASH-Andi-Musfarayani-paparkan-kegiatan-Sanitasi-dihadapan-Wakil-Walikota-Jayapura-Indrayadi-TH-593x400
Koordinator media dan kampanye publik IUWASH, Andi Musfarayani paparkan kegiatan Sanitasi dihadapan Wakil Walikota Jayapura (Jubi/Indrayadi TH)

Hal itu ditegaskan Koordinator Media dan Kampanye Publik Indonesia Urban Water Sanitation and Hygiene (IUWASH), Andi Musfarayani saat kegiatan workshop, guna membina dan menciptakan suatu keadaan yang baik di bidang kesehatan, terutama kesehatan masyarakat atau biasa disebut dengan sanitasi. “Selain mencari persoalan di tengah masyarakat, kegiatan ini juga mencari masukan atau solusinya,” kata Musfarayani yang akrab disapa Fay, Kamis (21/8).

Menurut Fay, perilaku bersanitasi yang baik dari masyarakat Kota Jayapura masih jauh dari yang diharapkan, sebagian dari masyarakat masih melakukan BABS. “Jika pun ada jamban, kebanyakan masih belum pernah dikosongkan selama lebih dari lima tahun. Instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT) yang ada pun penggunaannya masih belum efisien,” katanya.

Program sanitasi pemerintah, ia menilai, masih belum dapat menyentuh guna mengubah perilaku sanitasi buruk di masyarakat. Hal tersebut, lanjut Fay, juga ketersediaan infrastruktur membangun fasilitas sanitasi pada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

“Belum lagi jika dihubungkan dengan ketersedian air bersih yang sangat penting dalam proses bersanitasi, dan ternyata ketersediaannya di Jayapura mulai menipis,” ujarnya.

Fay mengaku, data yang diterimanya dari PDAM Jayapura menyebutkan dari 22 titik sumber air bersih yang ada di areal Pegunungan Cycloop, Kabupaten Jayapura kini hanya tinggal 17 titik tersisa.

Hal ini disebabkan pembalakan dan pembakaran lahan di aera hijau pegunungan Cycloop. Ditambah intake atau pusat pipa air di kedua wilayah hampir dekat dengan pemukiman penduduk, sehinggga sumber air menjadi keruh dan tidak layak dikonsumsi lagi.

“Karena itu IUWASH bersama dengan  kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (pokja AMPL) Kota Jayapura yang terdiri dari sejumlah instansi terkait menggelar kegiatan ini dan melibatkan jurnalis agar bisa mendapatkan berbagai masukan serta solusi,” katanya.

Wakil Walikota Jayapura, Nur Alam dalam sambutannya mengatakan dana APBD kurang lebih Rp 1 triliun lebih yang di terima Kota Jayapura tidak sebanding dengan 491 ribu warga yang ada di Ibukota Provinsi Papua.

“Begitu banyak masalah di kota ini. Beberapa hari yang lalu kepala Dinas PU Kota Jayapura di tegur Bapak Walikota Jayapura soal sungai Nafri yang sudah lebih tinggi dari permukaan laut itu, coba dibersihkan. Kepala Dinas bilang, Bapak Walikota yang terhormat, dana kami sudah habis,” kata Nur Alam.

Menurutnya, kehadiran IUWASH bisa datang ke ibukota provinsi ini disambut baik oleh pihak pemerintah daerah dan pihaknya juga sangat terbantu dengan ide-idenya melalui media cetak maupun eletronik, dengan harapan mungkin bisa di ungkap.

“Kadang-kadang kami dari pemerintah tidak terlalu luas, hanya 94 kilometer persegi atas wilayah 14 ribu hektar. Tapi mungkin teman-teman kami di SKPD teknis bisa jadi ada tempat-tempat dimana jadi penymbatan atau hal-hal infrastruktur ini tidak terjangkau. Maka kami ingin adanya masukan dari rekan-rekan media,” ujarnya.

Kegiatan workshop tersebut tercetus dari USAID dan IUWASH  yang bekerjasama dengan Gio Teknik Konsultan dan Pemda Kota Jayapura, dimana akan berlangsung selama dua hari, Kamis-Jumat (21-22/8) di salah satu hotel di Abepura, Kota Jayapura. (Jubi/Indrayadi TH)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here