Bidan Hermina Rumpedai sedang melayani pasien di Pustu Ubiyau , Distrik Arso ( Foto. Harun Rumbarar / JERAT Papua)

Keerom,-Kampung Ubiyau sebuah kampung yang terletak di bagian barat Distrik Arso, Kabupaten Keerom.  Kampung Ubiyau  dapat dijangkau dengan kendaraan roda dua atau roda empat dan membutuhkan waktu kurang lebih 1 jam hal ini disebabkan kondisi jalan raya   rusak parah terlebih jika turunnya hujan sepanjang malam. Padahal jarak Kampung Ubiyau hanya 7 Km dari Arso Kota.  Sepajang pinggiran menuju kampung ini banyak ditumbuhi  tumbuhan liar yang sangat rimbun bahkan dibeberapa ruas jalan hampir menutupi badan jalan. Hal ini menyebabkan   jarang ada kendaraan umum  seperti taksi penumpang  membawa penumpang yang melewati jalan ini. Bahkan ojek juga jarang mengantar penumpang ke Kampung Ubiyau.

Jika kita ke Kampung Ubiyau, maka saat akan masuk ke wilayah administrasi kampung akan disambut oleh sebuah gapura dengan tulisan yang terpampang dengan bahasa Ubiyau yang berbunyi  ‘’Bayah Temnawai’’ yang berarti ‘’Selamat Datang”.

Di ujung pintu masuk kampung sepanjang jalan hanya terdapat  beberapa rumah warga saja yang tampak dan sebuah bangunan yang didepannya terpampang sebuah papan putih dengan tulisan hitam yang berbunyi “ Dinas Kesehatan Kabupaten Keerom, Pustu Ubiyau, Distrik Arso”.   Suster Hermina Rumpedai yang telah  dua bulan bekerja di Pustu Ubiyau menyampaikan keluhan dalam menjalankan tugasnya saat ditemui oleh  oleh Jerat Papua, di Kampung Ubiyau, Rabu (24/02) lalu.

Bidan Hermina Rumpedai sedang melayani pasien di Pustu Ubiyau , Distrik Arso ( Foto. Harun Rumbarar / JERAT Papua)
Bidan Hermina Rumpedai sedang melayani pasien di Pustu Ubiyau , Distrik Arso ( Foto. Harun Rumbarar / JERAT Papua)

‘’Saya bekerja disini kurang lebih baru dua bulan, dengan minimnya tenaga kesehatan dan fasilitas yang sangat- sangat kurang dan kadang orang tua yang datang berobat pasti minta suntik namun, di pustu sangat minim obat suntik seperti obat malaria ,’’ ujar Suster Rumpedai dengan senyum.

Hermina menuturkan kalau dirinya  adalah seorang bidan namun kadang  kala  berkunjung ke rumah –rumah warga untuk melihat ibu hamil yang siap bersalin, berarti tak ada petugas lagi di pustu dan pasien yang lain menunggu, dirinya menjadi bingung sekali

“Saya seorang bidan, saya akan lakukan yang saya mampu, namun saya sendiri di pustu ini sangat kewalahan akibat seorang diri untuk melayani paseien yang datang 10 – 15 pasien per hari dengan berbagai  kondisi kesehatan mereka, dan kadang mereka datang  dengan waktu juga tak menentu” ujar Bidan Rumpedai dengan tetap tersenyum.

Ada tantangan lain yakni letak Pustu yang cukup jauh dari kampung. “Saya bertanya kepada beberapa pasien yang datang ke pustu, kenapa kalian datang saat sudah parah, mereka  berkata ‘pustu kenapa bangun jauh dari kitog punya rumah, kami lebih banyak di Kampung Ubiyau tengah sana sampai di Kampung Yamas. Bukan di sini jadi kadang kitong malas jalan kaki naik gunung turun gunung kesini “’ tutur Bidan Rumpedia dengan nada lembut.

Bidan Rumpedai mengatakan lagi, seharunya pemerintah membuat kategori tempat  sangat terpencil bukan hanya terpencil saja.”Nah, kami di Kampung Ubiyau dikategorikan sebagai kampung terpencil, padahal kalau di lihat dari letak dan fasilitas tempat kami juga harus dikatakan sangat terpencil.  “Menurut saya, karna kalau kita dikatakan  dekat dengan kabupaten kenapa tidak ada listrik, kenapa jalan begitu rusak parah, tidak ada transportasi yang lalu lalang di kampung ini,” tegas Bidan Rumpedai dengan wajah serius. Dirinya membandingkan ada wilayah dimana sebuah kampung terdapat aliran listrik, kios dan toko, dan jaringan komunikasi namun dkatakan sangat terpencil.

 

(Harun Rumbarar/Wirya Supriyadi)

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *