Jerat Papua Menggelar Worshop Ekonomi Blue Green dengan melibatkan Komunitas Masyarakat adat dari Kabupaten Supiori dan Bovent Digoel , foto : nesta /jeratpapua.org

JERATPAPUA.ORG, JAYAPURA – Dalam beberapa dekade terakhir, dunia menghadapi tantangan besar terkait perubahan iklim, degradasi lingkungan, dan eksploitasi sumber daya alam yang tidak berkelanjutan. Krisis ekologi ini tidak hanya berdampak pada keseimbangan ekosistem, tetapi juga terhadap ekonomi, ketahanan pangan, dan kesejahteraan masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang yang bergantung pada sumber daya alam.
Untuk menjawab tantangan ini, konsep Blue-Green Economy muncul sebagai pendekatan yang mengintegrasikan prinsip ekonomi biru dan ekonomi hijau guna mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif.
Ekonomi biru berfokus pada pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan, mencakup sektor-sektor seperti perikanan, pariwisata bahari, energi terbarukan berbasis laut, serta konservasi ekosistem pesisir dan laut. Sementara itu, ekonomi hijau menekankan transisi menuju sistem ekonomi yang rendah emisi karbon, efisien dalam penggunaan sumber daya, serta berbasis energi terbarukan dan praktik ramah lingkungan.
Tanah Papua yang merupakan pulau dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, penerapan Blue-Green Economy memiliki urgensi yang besar. Sumber daya laut dan hutan tropis yang melimpah dapat menjadi modal utama dalam membangun ekonomi yang berkelanjutan. Namun tantangan seperti eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, polusi, konversi lahan hutan menjadi lahan Perkebunan kelapa sawit, pengelolahan hasil hutan kayu oleh perusahan skala besar, serta lemahnya kebijakan pengelolaan berkelanjutan masih menjadi hambatan utama dalam dalam implementasi konsep ini.
Untuk itu, JERAT Papua dalam rencana pelaksanaan program pada periode tahun 2024 – 2026, melalui Departemen Pemberdayaan Masyarakat Adat (DPMA) melakukan kegiatan Workshop Pengembangan Ekonomi Hijau dan Biru sebagai model Pembangunan berkelanjutan berbasis kampung.

Sinergi antara kedua konsep ini sangat penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang di lakukan oleh Jaringan Kerja Rakyat Papua di dua wilayah di Kabupaten Supiori Provinsi Papua dan Kabupaten Bove Digoel di Provinsi Papua Selatan, yang tidak hanya menguntungkan secara finansial, tetapi juga melindungi lingkungan serta meningkatkan kesejahteraan sosial Masyarakat adat itu sendiri.
Ibu Diana Kawer salah satu peserta dari KELOMPOK ‘AIBON’ KAMPUNG YAWORI Kabupaten Supiori berharap dari apa yang akan di lakukan kemudian capaian serta sulusi untuk pengembangan keberlanjutan dari kegiatan kelompoknya dalam mengembangkan olahan dari buah Manggrove sebagai bagian dari proses ekonomi hijau dan biru yang mereka kembangkan di Kampung Yawori Kabupaten Supiori tersebut dapat di dukung oleh pemerintah untuk menjadi satau satu olahan yang di sajikan di setiap moment tidak saja di supiori, melainkan dapat menjangkau pasar di luar supiori.
“ Sa ini berharap bahwa olahan buah ‘aibon’ ini suatu saat juga menjadi makanan yang bisa ada dan disajikan pada meja makan secara umum “ mintah Ibu Diana Kawer.
Dukungan Pemerintah Daerah secara keberlanjutan
Berangkat dari terjadinya krisis pangan dan adanya pendampingan dari Dinas Pendidikan Kabupaten Supiori pada tahun 2001 keberadaan buah ‘aibon’ buah tanaman mangrove di pesisir pantai, yang terus didorong sebagai makanan alternatif yang merupakan potensi asli dari sumber daya alam di Kampung . “ Saya secara mandiri bergerak bersama keluarga (bapa) untuk mengolah buah aibon dan menjadi warisan dari keluarga.” Tuturnya.
Buah aibon adalah salah satu sumber daya alam yang dimanfaatkan oleh kelompok kami dan diharapkan bisa berpotensi sebagai sumber karbohidrat alternatif. Di Distrik Supiori Selatan, terdapat hutan mangrove yang begitu luas dengan potensi produksi buah aibon mencapai yang banyak.
“ Aibon “ telah di tampilkan dalam beragam festival untuk mempromosikan produk yang notabene di kembangkan dari alam yang merupakan tumbuhan penahan abrasi di pesisir laut sangat dominan dalam menjaga keseimbangan alam.
Pengembangan produk olahan buah aibon juga sejalan dengan upaya konservasi ekosistem mangrove, mengingat pentingnya mangrove dalam menjaga keseimbangan lingkungan pesisir dan sebagai habitat bagi berbagai biota laut. Dengan demikian, pengelolaan buah aibon tidak hanya memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga mendukung keberlanjutan lingkungan di Kabupaten Supiori.
“ Saat ini telah ada dua produk utama, yaitu tepung aibon dan beras aibon, yang siap untuk dikembangkan lebih lanjut.” ujarnya.

Salah satu Peserta dari saat menyampaikan pengembangan ekonomi Blue Green di wilayahnmya , foto : nesta/jeratpapua.org

Upaya Menjaga Keseimbangan Alam dan Kebutuhan Ekonomis
Moses Mandosir dari kelompok Manggrove Kabupaten Supiori mengungkapkan mereka saat ini mulai melakukan konsesrvasi atau pelestarian tanaman Manggrove sebagai Upaya keberlanjutan untuk menjaga ekosistem mangrove agar tetap Lestari dengan Upaya pendekatan berbasis kearifan lokal.
“ Konservasi ekosistem mangrove di Kabupaten Supiori kami lakukan dengan pendekatan berbasis kearifan lokal, di mana pemilik marga/ulayat (inseri dan kawer) memiliki peran sentral dalam menjaga dan memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan” ungkap Moses Mandosir
Mereka juga menginisiasi gerakan ini melalui yayasan dalam rangka mengatasi abrasi laut. Melalui yayasan kami mencoba untuk menggerakkan masyarakat adat untuk terus melestarikan manggrove. Identifikasi dan Pemilihan Lokasi: Wilayah pesisir di Kabupaten Supiori yang mengalami abrasi dan kerusakan ekosistem telah dipetakan sebagai area prioritas penanaman mangrove.
Kegiatan penanaman mangrove telah dilakukan di beberapa lokasi strategis, baik oleh masyarakat setempat maupun melalui program konservasi dari lembaga pemerintah dan swasta.
Distrik Mindiptana, Kabupaten Boven Digoel, kelompok perempuan aktif dalam mengembangkan Green Ekonomi mereka memanfaatkan pekarangan rumah untuk menanam sayuran, seperti sawi dan kangkung cabut, sebagai bagian dari upaya mendukung ekonomi hijau dan meningkatkan ketahanan pangan keluarga.
perempuan di Mindiptana mulai menanam sayuran hijau, seperti sawi dan kangkung cabut, di pekarangan rumah mereka. memanfaatkan teknik pertanian sederhana, seperti penanaman dalam polybag, agar mudah dirawat dengan sumber daya terbatas dan kami memanfaatkan pupuk organik dari limbah rumah tangga untuk mengurangi penggunaan bahan kimia berbahaya.
“Di rumah itu, saya mulai manfaatkan saya punya pekarangan rumah, mulai dari minta bekas karung semen kosong lalu isi dengan tanah dan mulai tanam sayur sayuran. Pelan pelan saya pakai polybag. Jadi penting menurut saya untuk ubah pola pikir dan pola tanam” ungkap Ibu Florentina Ambokten dari Kelompok Perempuan Midiptana Kabupaten Bovent Digoel .
Mendorong Kemandirian Pangan Keluarga
Dengan menanam sayuran sendiri, mereka membantu perekonomian keluarga sehingga tidak perlu bergantung sepenuhnya pada pasar untuk kebutuhan sehari-hari dan sayuran segar tersedia kapan saja untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga.
Progress Saat Ini
Luas Lahan Pekarangan yang Dimanfaatkan Bertambah: Awalnya hanya beberapa rumah yang terlibat, tetapi sekarang semakin banyak perempuan yang ikut serta dalam menanam sayuran.
Peningkatan Hasil Panen untuk Kebutuhan Sendiri dan Dijual: Hasil panen tidak hanya untuk konsumsi sendiri, tetapi juga mulai dijual ke pasar lokal atau ke tetangga sekitar serta ada potensi untuk mengembangkan usaha berbasis pertanian skala kecil yang mendukung ekonomi rumah tangga.
Peningkatan Kesadaran tentang Pertanian Berkelanjutan
Kelompok perempuan semakin memahami pentingnya ekologi dan keberlanjutan dalam praktik Bertani serta penggunaan pupuk organik dan metode tanam ramah lingkungan menjadi bagian dari aktivitas pertanian mereka.
Yohanes Nongyap Penggagas berdirinya sekolah Kampung Mindiptana Kabupaten Boven Digoel mengatakan Sekolah Kampung merupakan Pendidikan Alternatif untuk Orang Orang Kampung. Sekolah Kampung didirikan untuk mengatasi keterbatasan akses pendidikan di wilayah pedalaman Mindiptana dan kurikulumnya berbasis kearifan lokal, mengajarkan keterampilan hidup berbasis budaya setempat mengenai pertanian dan komputer. Guru-guru berasal dari komunitas lokal dan relawan yang memiliki komitmen tinggi dalam dunia pendidikan.
“ Alumni sekolah kampung Mindiptana sudah ada 76 orang. Bagi kami sekolah kampung ini adalah harapan yang akan terus merawat alam dan manusia Papua melalui kurikulum kearifan lokal“ jelas Yohanes Nongyap
Lanjut Anong sapaan akrabnya Edukasi Berbasis Lingkungan dan Kearifan Lokal yang mereka lakukan di sekolah kampung Mindiptana berfokus silbus adalah konservasi alam, pertanian berkelanjutan, dan pelestarian budaya lokal. Program ini bertujuan untuk menanamkan kesadaran lingkungan dan ekonomi hijau sejak dini.
Selain pertanian sekolahkampung Mindiptana juga akan melakukan pengelolaan Produksi VCO Mengangkat Ekonomi Lokal melalui Olahan Kelapa dengan mengoptimalkan Potensi Kelapa di Mindiptana.
“ Saya berusa mengajak dan membantu masyarakat mengolah kelapa menjadi Virgin Coconut Oil (VCO) sebagai produk bernilai ekonomi tinggi. Proses produksi dilakukan secara tradisional dengan tetap mempertahankan kualitas tinggi.” Katanya.

Irianto Jacobus salah satu Pemateri dan juga Direktur KIPRa Papua pada worshop tersebut memaparkan , Ekonomi hijau adalah pendekatan pembangunan yang mengutamakan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, keberlanjutan lingkungan, dan kesejahteraan sosial. Dalam konteks masyarakat adat, ekonomi hijau berbasis sumber daya lokal menjadi solusi strategis untuk memastikan bahwa alam tetap lestari, sementara masyarakat tetap mendapatkan manfaat ekonomi dari praktik berkelanjutan.
Salah satu praktik ekonomi hijau yang sedang dikembangkan di wilayah dampingan KIPRa adalah budi daya serai wangi di Distrik Skanto, Kabupaten Keerom. Budi daya serai wangi tidak hanya meningkatkan pendapatan masyarakat adat, tetapi juga berkontribusi terhadap perlindungan lingkungan.
“Dengan adanya kelompok tani ini, diharapkan masyarakat dapat lebih mandiri dan berdaya dalam mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan, meningkatkan pendapatan mereka, serta memperkuat peran ekonomi hijau di Distrik Skanto, Kabupaten Keerom” Jelas Irianto Jacobus
Victor H. Rimindubby S.Pt. M.Eng Kepala Bidang Teknologi Tepat Guna dan Pengelolaan Sumber Daya Alam Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung Provinsi Papua mengapresiasi Langkah yang di lakukan oleh JERAT PAPUA karena telah menginisiasi kegiatan yang baik untuk terus menstimulus semua pihak dalam menemukan dan melakukan sharing praktik praktik baik dari model pembangunan berkelanjutan berbasis kampung.
Dirinya bahkan mengakui kehadiran peserta dan fasilitator tentu tidak terlepas dari perhatian dan kepedulian kita terhadap kondisi alam Papua saat ini yang sedang ada dalam krisis ekologis, dirinya mengajak terus bergerak bersama dalam memberikan pikiran konstruktif dalam rangka merawat alam dan tanah Papua yang berkelanjutan. Alam Papua perlu dikelola dengan baik dan bijaksana.
“Mari terus bergerak bersama dalam memberikan pikiran yang baik dalam rangka merawat alam dan manusia Papua secara berkelanjutan. Alam Papua perlu dikelola dengan baik dan bijaksana dan itu tanggung jawab bersama” ungkap Victor H. Rimindubby
Dirinya berharap kegiatan ini dapat menghasilkan tindak lanjut konkret dan bisa menjadi rekomendasi bagi kita dalam melakukan gerakan bersama mulai dari Pemerintah, Organisasi Masyarakt dan lain lain. Input bagi pemerintah provinsi Papua menjadi bagian yang penting. Model kontekstual menjadi salah satu hal yang diprioritaskan.
Engelbert Dimara Team Leader JERAT Papua Jaringan Kerja Rakyat (JERAT) Papua hadir sebagai wujud dari mandat masyarakat adat, yang mempercayakan organisasi ini untuk menjadi penggerak dalam memperjuangkan hak, kedaulatan, dan kesejahteraan masyarakat adat di Tanah Papua. Sebagai sebuah lembaga swadaya masyarakat, JERAT Papua tidak hanya menjadi perwakilan suara komunitas adat, tetapi juga berperan aktif dalam membangun kemandirian ekonomi, memperkuat hak atas tanah, dan melestarikan budaya serta sumber daya alam yang menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat adat.
“Jaringan Kerja Rakyat (JERAT) Papua hadir sebagai wujud dari mandat masyarakat adat, yang mempercayakan organisasi ini untuk menjadi penggerak dalam memperjuangkan hak, kedaulatan, dan kesejahteraan masyarakat adat di Tanah Papua” ujar Engelbert Dimara)
Engel Dimara berharap ada sharing (cerita) baik dari para peserta yang bisa saling menguatkan. Semoga pertemuan ini bisa melahirkan rekomendasi bernilai tambah yang bis akita tindak lanjuti.
Kegiatan Workshop Pengembangan Ekonomi Hijau Dan Biru Sebagai Model Pembangunan Berkelanjutan Berbasis Kampung Di Kabupaten Boven Digoel Dan Supiori yang digelar oleh Jerat Papua berlangsung dari tanggal 26,27 dan 28 februari yang di ikuti oleh berbagai peserta dari Kabupaten Supiori dan Bovent Digoel. ( nesta )

 

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *