JERAT, 20/9/2015 – Jayapura adalah sebuah kota yang sekaligus menjadi ibu kota propinsi Papua, terletak di bagian paling timur Indonesia. Selain menawarkan keunikan budaya, kota Jayapura juga memiliki keindahan alam yang menakjubkan. Salah satunya dapat dilihat di Taman Wisata Alam Teluk Youtefa.
Taman Wisata Alam Teluk Youtefa adalah sebuah teluk kecil di dalam Teluk Yos Sudarso yang diapit oleh Tanjung Saweri di samping kanan dan Tanjung Pie di samping kiri. Salah satu yang menjadi daya tarik tempat wisata ini adalah pemandangan alamnya yang sangat menawan.
Taman Wisata Teluk Youtefa berjarak sekitar 4 km dari pusat kota Jayapura. Menjangkau taman wisata ini dengan waktu tempuh sekitar 15 menit melalui rute Jayapura-Entrop atau sekitar 35 menit melalui rute Jayapura-Abepura-Tanah Hitam. Banyak alternatif angkutan umum untuk menuju tempat tersebut.
Namun sayang, taman Wisata Alam seluas 1.675 hektar ini memiliki suasana yang tenang dan asri, tergantikan dengan bau busuk dan sampah yang berserakan. Padahal, kawasan tempat wisata ini terdapat hutan mangrove, hutan sagu dan area perbukitan dengan ketinggian maksimal 25 mdpl. Selain ditumbuhi vegetasi bakau dan tumbuhan lainnya, kawasan ini juga menjadi tempat tinggal beberapa jenis satwa seperti burung raja udang, nuri merah kepala hitam, dan kera ekor panjang.
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab kerusakan dan kurangnya perhatian pemerintah kota Jayapura terhadap tempat wisata ini, diantaranya pembangunan Jembatan Lingkar (Ring Road) dan kurangnya perhatian pemerintah dan masyarakat.

Dessy, salah satu pengunjung mengatakan ” Wisata teluk youtefa sangat bagus jika dikelolah oleh dinas terkait. Namun sayang, seribu sayang hanya musiman. Kenapa saya katakan musiman, ya nanti kalau perayaan Injil masuk Pulau Debi, barulah pemerintah sibuk membenahi tempat ini, kalau tidak ya begini jadinya. Bau busuk dan tidak terawat” sesal Dessy, gadis ABG asal Makassar kepada media ini.
Ditempat yang sama, Yoas juga mengungkapkan kepeduliannya.”Walikota harus tegas dengan hal ini, karena hal ini akan merugikan warga asli Jayapura sendiri, yakni kampung Enggros Tobati dan sekitarnya dan ini terjadi setiap hari. Masyarakat yang hidup di sepanjang kali Acai, juga berdosa terhadap situasi ini, sampah yang dibuang ke kali Acai, zat kimia beracun dari pablik rumahan, tempat cucian motor dan sampah rumah tangga, semuanya bermuara di sini, sehingga bau busuk dan semakin dangkal tertimbun sampah dan lumpur. Bangunan jembatan ini juga sudah rusak.” sesal Yoas.
“Juga parkiran liar, orang mabuk membuat tempat ini menjadi seram dan tidak nyaman, padahal jika dikelolah dengan baik, saya nyakin akan berkontribusi pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari pajak kendaraan yang masuk ditempat ini” tambah, Yoas.
Sebelumnya, aktivis lingkungan dari Forum Peduli Port Numbay Green, Andre Liem mengatakan, upaya penanaman 8.500 pohon bakau di Mendug selama empat tahun terakhir jadi sia-sia. ”Pihak birokrasi sama sekali tak menghargai upaya kami menyelamatkan bakau di Youtefa,” katanya.
Dian Wasaraka, aktivis lingkungan hidup, mengatakan, pembangunan proyek itu di kawasan Teluk Youtefa melanggar Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Kawasan Lindung Nasional. Sebab, Teluk Youtefa termasuk kawasan lindung nasional.
”Dalam regulasi itu disebutkan, kawasan lindung nasional adalah tempat yang tak diperkenankan dan dibatasi pemanfaatan ruangnya. Kawasan seluas 1.675 maka sebenarnya sejak tahun 1978 pemerintah telah menjadikan kawasan ini sebagai kawasanan konservasi melalui SK Menteri Kehutanan nomor : 714 / kpts-II / 1996 tanggal 11 November 1996 dan diperkuat lagi melalui SK Menteri Kehutanan nomor : 714 / kpts-II / 1996 tanggal 11 November 1996. Fungsi utamanya melindungi kelestarian lingkungan hidup, warisan budaya, dan mengurangi dampak bencana alam,” ucap Dian.
Sangat disayangkan kondisi ini, padahal taman Wisata Teluk Youtefa tidak hanya memberi tempat bersantai menikmati keindahan alam yang disuguhkan tetapi juga dapat melakukan berbagai kegiatan wisata seperti bermain layang-layang, melihat tradisi adat dan budaya masyarakat sekitar, dan mencoba kuliner seafood khas suku Enggros Tobati.
Perlu diketahui bahwa Teluk Youtefa ini juga menyimpan cerita sejarah tentang Perang Dunia II yang dapat dilihat dari adanya bangkai kapal milik Sekutu dan Jepang yang tenggelam di dasar laut. Tak jauh dari teluk ini, kita dapat menemukan tugu peringatan pendaratan tentara Jepang. Tugu tersebut berada di Pantai Abe.
Kita semua percaya masih ada cara lain yang lebih bijak dan arief jika kita mau mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal dalam membangun kawasan ini. Kami percaya ecotourism atau pariwisata kerakyatan bisa dibangun justru dengan menggunakan dermaga-dermaga kecil penghubung yang memberikan peluang usaha jasa taxi laut yang lebih merakyat sebab sebagian besar penduduk kampung sekitar tempat wisata ini adalah nelayan yang telah memiliki perahu-perahu long boat.
(Yosep Mandosir/berbagai sumber)
Editor : M.Imbiri