Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia, Peran Perempuan Adat dalam Memperjuangkan Kehidupan dan Lingkungan Berkelanjutan

0
78
Perempuan Adat di Wilayah Lembah Grime Nawa yang tetap eksis menjaga hutan untuk Keberlangsungan Kehidupan anak cucu mereka , foto ; nesta/jeratpapua.org
Perempuan Adat di Wilayah Lembah Grime Nawa yang tetap eksis menjaga hutan untuk Keberlangsungan Kehidupan anak cucu mereka , foto ; nesta/jeratpapua.org

JERATPAPUA.ORG, JAYAPURA –  Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS) tahun 2022, yang diperingati setiap 9 Agustus, mengusung tema The Role of Indigenous Women in the Preservation and Transmission of Traditional Knowledge. 1 Tema ini menegaskan pentingnya peran Perempuan Adat dalam merawat dan mewarisi pengetahuan asli dalam keberlanjutan kehidupan dan daya dukung lingkungan. Tanah dan hutan adat dikelola menggunakan pengetahuan asli, peraturan, dan kebiasaan adat yang berbasiskan nilai keadilan, keharmonisan, dan keberlanjutan. Pengetahuan yang mewujud dalam berbagai bentuk dan praktik inovatif diwariskan turun-temurun secara kolektif. Di Tanah Papua, praktik pengetahuan asli terlihat dari sistem sosial dan corak produksi berkelanjutan. Budaya meramu hasil hutan, berburu, berkebun, bertani, budidaya tanaman dan ternak, dan pemanfaatan tanaman obat, terintegrasi dan dirawat dengan ritual budaya dan dilestarikan oleh institusi sosial adat. Pengetahuan tersebut diwariskan melalui pendidikan adat, cerita rakyat, syair dan nyanyian, tarian, seni rias, seni ukir dan lukis, benda seni dan dipertunjukkan sejak bertahun-tahun yang lampau. Namun keberadaan dan hak-hak masyarakat adat di Tanah Papua belum sepenuhnya diakui, dihormati dan dilindungi oleh negara. Kebijakan ekonomi negara sangat akomodatif dan menguntungkan korporasi transnasional. Berbagai produk undang-undang dan peraturan turunannya diciptakan untuk memperlancar dan mengamankan kepentingan pemilik modal, termasuk melakukan perluasan usaha di atas wilayah adat. Masyarakat Adat tergusur, kehilangan akses pada lahannya, kehilangan sumber penghidupan dan mata pencaharian. Dampak lebih jauh dari perluasan perkebunan yang eksploitatif ini adalah kerusakan lingkungan, eksploitasi pada tenaga buruh, dan kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan kepada kelompok masyarakat adat yang melakukan penolakan. Otoritas kelembagaan sosial dan pemerintahan adat yang seharusnya otonom dipaksa patuh, atau dikooptasi oleh kepentingan negara dan korporasi. Pengetahuan asli dan produk kebudayaan masyarakat adat diatur dan dijadikan komoditi komersial dan dipatenkan oleh pemilik modal. Hilangnya akses pada tanah adat berdampak lebih besar kepada perempuan adat karena selain terkena dampak kerusakan lingkungan, mereka juga terkena dampak ketidakadilan ekonomi. Hal ini membuat perempuan adat harus menambah tenaga dan waktu untuk usaha produksi dan memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga. Ini terjadi karena perempuan memiliki keterkaitan erat dengan tanah, hutan dan lingkungan. Perempuan adat memiliki peran dalam mempraktikkan pengetahuan asli dalam memanfaatkan tanah 1 https://www.un.org/development/desa/indigenouspeoples/international-day-of-the-worlds-indigenouspeoples-2022.html dan hasil hutan secara berkelanjutan. Di tengah situasi konflik yang terus meningkat di Tanah Papua, perempuan adat juga menjadi korban diskriminasi, penyiksaan dan kekerasan, termasuk kekerasan dalam rumah tangga dan seksual, serta menjadi korban eksploitasi buruh. Perempuan Pembela HAM di Papua harus berhadapan dengan intimidasi, ancaman, teror, dan kriminalisasi dari pihak keamanan, atau korporasi yang didukung oleh negara. Namun gerakan perempuan adat Papua terus meluas dalam menyuarakan keadilan dan kebenaran. Mereka menuntut adanya pengungkapan kebenaran atas kekerasan yang menimpa perempuan dan perlindungan atas hak-hak perempuan. Gerakan ini, yang dimotori aktivis perempuan dan perempuan penyintas, juga menuntut jaminan terkait hak atas hidup, hak atas kebenaran, kebebasan berekspresi, akses sumber penghidupan, dan hak untuk tidak mendapatkan diskriminasi. Selama ini, perempuan adat dan penyintas telah menunjukkan peran dan perjuangannya dalam mengamankan dan merawat hutan, dan membela tanah untuk keberlanjutan kehidupan dan lingkungan. “Hutan bagi perempuan itu adalah hidup, jantung. Selagi hutan masih ada, berarti jantung perempuan itu masih berdebar, masih berdenyut. Kalau hutan sudah tidak ada, anggap saja perempuan itu sudah mati. Karena dari situlah kami hidup, kami makan, kami mendapatkan hasil hutan untuk obat-obatan,” ungkap Rosita, perempuan adat Namblong yang menggugat kebijakan negara dalam pemberian izin dan keberadaan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang merusak hutan adat. Pada momentum HIMAS 2022, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, Asia Justice and Rights dan aktivis Perempuan Adat Pembela HAM Lingkungan dari Tanah Papua, merumuskan rekomendasi dan tuntutan sebagai berikut: Mendesak Pemerintah nasional dan daerah untuk: 1. Mengakui, menghormati dan melindungi keberadaan dan hak-hak masyarakat adat, terutama perempuan – secara formal – termasuk hak hidup, dan hak atas tanah dan hutan adat; 2. Menghormati hak masyarakat adat dalam mengontrol, merawat dan mengembangkan pengetahuan asli, budaya dan teknologi inovatif, termasuk sumber daya manusia, flora dan fauna, benih-benih, tradisi lisan, karya seni, dan ekspresi kebudayaan lainnya; 3. Mengambil langkah-langkah resmi dan tindakan efektif, dengan melibatkan penyintas, untuk mengakui kekerasan yang terjadi, dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menghentikan dan menyelesaikan pelanggaran HAM dan konflik politik, termasuk membentuk mekanisme pengungkapan kebenaran dan pengadilan yang berpihak pada pemenuhan hak penyintas dan masyarakat adat; 4. Menerapkan kebijakan hukum dan tindakan efektif untuk menghormati hak dan memberdayakan peran perempuan dalam mengamankan, merawat dan mengelola tanah, hutan dan lingkungan alam; serta melindungi Pembela HAM dan Lingkungan, termasuk Perempuan Adat Pembela HAM Lingkungan; 5. Memastikan dan melibatkan Perempuan Adat secara bermakna dalam rancangan kebijakan dan usaha-usaha pemanfaatan sumber daya alam yang berdampak pada kehidupan Perempuan Adat dan masyarakat luas berdasarkan prinsip-prinsip Free, Prior, Informed, Consent (FPIC); 6. Melaksanakan implementasi menetapkan Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) Papua Nomor 8 Tahun 2013 tentang Perlindungan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Papua Nomor 1 tahun 2011 tentang Pemulihan Hak Perempuan Papua bagi Korban Kekerasan dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia; 7. Mengambil langkah-langkah hukum dan tindakan efektif melakukan evaluasi dan pemberian sanksi hukum pencabutan izin atas pelanggaran administrasi dan kejahatan lingkungan yang dilakukan perusahaan pengembang usaha perkebunan kelapa sawit, budidaya tanaman pangan dan energi, pembalakan kayu dan pertambangan, yang berlangsung di wilayah masyarakat adat; 8. Memberdayakan dan meningkatkan kualitas kesejahteraan hidup masyarakat adat melalui usaha produksi secara berkelanjutan berdasarkan pengetahuan asli dan prioritas masyarakat adat, tersedianya kebutuhan dasar yang layak, mencakup usaha mata pencaharian, kepemilikan tanah, perumahan yang memadai dengan akses kesehatan, pendidikan, pekerjaan. Mendesak Korporasi untuk: 9. Menghormati keberadaan dan hak masyarakat adat terutama mengenai hak atas tanah dan hutan adat; 10. Menghormati hak masyarakat adat dalam mengontrol, merawat dan mengembangkan pengetahuan asli, budaya dan teknologi inovatif, termasuk sumber daya manusia, flora dan fauna, benih-benih, tradisi lisan, karya seni, dan ekspresi kebudayaan lainnya; 11. Memastikan pelaksanaan konsultasi yang bermakna dengan memenuhi prinsip Free, Prior, Informed, Consent (FPIC) atas sebuah aktivitas dan/atau usaha-usaha pemanfaatan sumber daya alam yang berpotensi berdampak pada kehidupan masyarakat adat. 12. Memastikan dan melibatkan Perempuan Adat secara bermakna dalam rancangan kebijakan dan usaha-usaha pemanfaatan sumber daya alam yang berdampak pada kehidupan Perempuan Adat dan masyarakat luas. (NM/ PSK)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here