Timika, Jubi – Jaringan Damai Papua (JDP) dan Jaringan Kerja Rakyat (Jerat) Papua melakukan konsultasi publik di Timika, Rabu (16/12/2015) dengan tema ‘Mari Kitong bikin Papua jadi Tanah Damai’” dan sub tema “Kita semua berpartisipasi aktif mewujudkan dan memelihara Papua Tanah Damai’.
Sekretaris Eksekutif JERAT Papua, J. Septer Manufandu mengatakan, masyarakat Provinsi Papua terdiri dari ratusan suku asli. Situasi masyarakat yang majemuk ini diperkaya lagi oleh masuknya masyarakat dari berbagai suku di Indonesia.
“Kemajemukan masyarakat Papua nampak juga dari segi agama dimana ada agama Kristen, Katolik, Islam, Hindu, dan Budha. Hidup dalam masyarakat yang majemuk ini tidak pernah terlepas dari stereotip, kecurigaan, dan ketegangan. Keanekaragaman suku, agama, dan ras ini perlu dikelola secara bijaksana atas dasar nilai-nilai universal menuju visi yang satu dan sama bagi semua orang yang hidup di Tanah Papua,” katanya kepada Jubi, Rabu (16/12/2015).
Disebutkan, selama 52 tahun Tanah Papua menjadi tanah konflik, seperti konflik horizontal (antarwarga sipil) dan konflik vertikal juga terjadi antara pemerintah dan orang asli Papua. Apabila berbagai masalah yang melatarbelakangi konflik ini tidak dibahas dan dicarikan solusinya, maka Papua tetap menjadi tanah konflik. Korban akan terus berjatuhan. Hal ini pada gilirannya akan menghambat proses pembangunan yang dilaksanakan di Tanah Papua.
Konflik di Papua tidak bisa diatasi dengan kekerasan. Maka dialog dianggap sebagai jalan mencari solusi. “Dari tengah situasi konflik inilah, para pemimpin agama Kristen, Katolik, Islam, Hindu dan Budha Provinsi Papua melancarkan kampanye perdamaian. Kampanye ini dilakukan dengan moto: Papua Tanah Damai (PTD). Dalam perkembangan selanjutnya, para pimpinan agama menjadikan Papua Tanah Damai sebagai satu visi bersama dari masa depan Tanah Papua. Visi ini perlu diperjuangkan secara bersama oleh setiap dan semua orang yang hidup di Tanah Papua,” katanya.
Semua warga Papua perlu memberikan pandangannya tentang Papua Tanah Damai, sehingga semua pihak merasa memiliki upaya perwujudan Papua sebagai Tanah Damai.
Oleh karena itu, JERAT Papua bekerja sama dengan JDP dan LIPI yang didukung TIFA membuka ruang dan kesempatan bagi semua penduduk Papua untuk melibatkan diri dalam merefleksikan Papua Tanah Damai.
“Tujuannya adalah Membuka ruang untuk mendapatkan masukan dan solusi dari orang Papua & penduduk Papua (masyarakat yang tinggal dan besar di Papua) dalam menyampaikan aspirasinya tentang Konsep Papua Tanah Damai dan Indikator Papua Tanah Damai,” katanya.
Sebanyak 50 peserta dari 12 komponen masyarakat, yaitu Agama, Perempuan, Adat, Profesi, OrMas, Media, Buruh, NGO, Mahasiswa/Pemuda, Paguyuban-Paguyuban dan Akademisi yang diwakili oleh lima orang hadir dalam kegiatan itu.
Beberapa peserta yang hadir, banyak menyoroti masalah minuman keras di Mimika serta masalah sosial lainnya, hingga masalah pendidikan dan kesehatan, sementara dari diskusi tersebut, diambil sebuah rekomendasi yakni segera membangun komunikasi secara aktif antar lintas agama, budaya dan paguyuban-paguyuban sebagai modal dasar membangun Perdamaian di Tanah Papua.
Seorang Peserta Mahasiswa, Ketua BEM STIE Jembatan Bulan Timika, Richard Arthur Tutu mengatakan, banyak masyarakat Papua di kampung – kampung menginginkan kesejahteraan dan suasana damai, sebab banyak program pemerintah selalu hanya didengar dan tidak ada tindaklanjut.
“Selain mahasiswa, saya juga sebagai aktivis HIV – AIDS di Mimika menilai, rakyat di kampung – kampung masih mendambakan kesejahteraan, maka inilah indikator dari kedamaian di Tanah Papua, yakni rakyat sejahtera,” katanya.
Sumber : Tabloid Jubi