Maraknya Perampasan Tanah, JangRampasT di Deklarasikan

0
400

Jayapura,JERAT Papua,- Pada awal abad 21, fenomena land grab (perampasan tanah) cukup menjadi perhatian khususnya setelah terjadi krisis pangan global pada tahun 2007-2008. Krisis pangan dan energi dunia pada tahun 2007-2008 tersebut memicu aktor-aktor di tingkat internasional baik aktor negara maupun aktor non-negara seperti perusahaan transnasional untuk melakukan suatu pola menuju global land grab.

Menyikapi makin maraknya konsesi dan fenomena land grabbing di Tanah Papua , maka Jaringan Kerja Rakyat (JERAT) Papua melakukan kegiatan Pertemuan Mitra Jaringan Advokasi yang berlangsung di Waena, 08-09 Maret 2019 lalu.

Frans Reumi, Akademisi Uncen, Yulianus Keagop , BPN Provinsi Papua dan Leo Imbiri, DAP saat sesi penyampaian materi. (Foto: Dok JERAT Papua)

Sabata Rumadas menjelaskan bahwa tujuan dari kegiatan ini adalah melakukan konsolidasi dan menghimpun pokok pokok pikiran dari CSO, Kelembagaan Agama, Kelembagaan Adat, Akademisi mengenai kasus dan konsepsi perampasan tanah di Tanah Papua, berbagi pengalaman antara para pihak terkait dengan fenomena perampasan tanah adat oleh investasi, mendorong adanya jaringan advokasi hakatas tanah yang terdiri dari para pihak baik CSO, Kelembagaan Agama, Kelembagaan Adat, Akademisi dan Media.

Karena kami mencatat  banyak sekali perijinan yang telah dikeluarkan pemerintah pusat dan daerah di  Papua dan Papua Barat.  Tentu saja hal ini mempunyai konsekwensi logis terjadinya alih lahan masyarakat adat kepada koorperasi melalui Hak Guna Usaha. “Padahal belum tentu koorperasi tersebut membuat masyarakat adat sejahtera, yang ada justru lahan mereka dirampas karna perusahaan tersebut mempunyai HGU ” ujar Sabata Rumadas. Ditambahkan bahwa Sabata Rumadas , terkait kepemilikan tanah antara masyarakat adat dan perusahaan , memang saat ini konflik hukum terjadi antara civil law dan common law. Dan cenderung hukum positif mengabaikan eksistensi dari common law dalam kepemilikan hak ulayat maupun hak komunal.

Salah satu hasilnya adalah forum sepakat membentuk sebuah koalisi yang bernama Jaringan Advokasi untuk Perampasan Tanah (JangRampasT) Papua. “Koalisi ini akan berjejaring dalam melakukan advokasi (litigasi dan non litigasi) serta kampanye untuk kasus-kasus perampasan tanah oleh kooperasi,” ujar Wirya Supriyadi.
Focus dari koalisi dalam melakukan advokasi pada 10 kabupaten yakni Merauke, Boven Digul, Nabire, Timika, Jayapura dan Sarmi di Papua serta Teluk Wondama, Kaimana, Sorong dan Sorong Selatan di Papua Barat.

Pada kegiatan ini menghadirkan narasumber Leo Imbiri (Sekum DAP), Latifah Anum Siregar (Direktur AlDP), Frans Reumi (Akademisi Uncen) dan Yulianus Keagop (Perwakilan BPN Provinsi Papua).

Dengan peserta pertemuan berasal dari AlDP, KIPRa Papua, pt.PPMA, LBH Papua, Walhi Papua, SKPKC Fransiskan Papua, KPKC Sinode GKI di Tanah Papua, Yadupa, SKP KAME dan dari media yakni Tabloid JUBI, Suara Papua, Majalah LANI, dan dihadiri oleh perwakilan masyarakat adat dan Dewan Adat Suku Yerisiam .
Pertemuan Mitra Jaringan Advokasi selama dua hari difasilitasi oleh Ronny dari Yayasan Auriga. (rm)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here