PENGARUH BUDAYA PADA FENOMENA KORUPSI

0
349

Oleh JOHN NR GOBAI

 

Kewenangan karena adanya Otonomi Khusus Papua dan Otonomi Daerah telah memungkin daerah untuk dapat memanfaatkan dana yang begitu besar telah mendorong pemimpin pemerintahan di Papua untuk mengelola dana sesuai dengan kebutuhan, kondisi dan dinamika dalam masyarakat Adanya pemekaran daerah juga telah memungkin hadirnya dana yang besar didaerah-daerah pemekaran yang dikelola sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan dinamika dalam masyarakat. Bersamaan dengan adanya banyak dana ini juga telah mendorong masyarakat untuk membuat proposal untuk kegiatan produktif ada juga kegiatan fiktif, namun dapat diberikan karena adanya hubungan keluarga atau hubungan yang lain.

 

Dengan adanya kebijakan-kebijakan ini telah membuat masyarakat dalam jumlah besar untuk menggantungkan harapan kepada pemerintah untuk memperoleh dana, karena masyarakat mengidentikkan pemerintah hadir dengan adanya dana (uang) yang banyak bagi masyarakat. Fenomena kehidupan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pejabat Pemerintah di Papua, Bapak saya pernah berkata “Saat saya punya jabatan banyak orang datang ke rumah saya, tetapi setelah saya pensiun rumah ini sepi” itu ungkapan yang menurut saya mewakili apa yang dirasakan oleh mantan PNS dan pejabat pemerintah di seluruh Tanah Papua, untuk menggambarkan apa yang pernah dirasakan dan sedang dirasakan, bagaimana mereka menjadi tumpuan harapan masyarakat, untuk memhami ini saya ingin memberikan sebuah fenomena umum. Tetapi menurut saya ini terjadi juga bagi pimpinan atau anggota komisi, Lembaga Masyarakat Adat (LMA) atau organisasi apa saja.

 

Jika seorang diterima sebagai PNS, maka PNS itu akan mulai menjadi tumpuan harapan keluarganya, selanjutnya PNS ini diangkat sebagai pejabat eselon IV maka akan menjadi tumpuan harapan keluarga besarnya (keluarga dari mama dan bapanya), ketika eselon III maka akan menjadi harapan dari keluarga dikampung halamannya serta kampung dari istrinya, jika PNS ini menjadi eselon II maka dia akan menjadi tumpuan harapan dari orang dalam wilayah adatnya dan juga wilayah adat dari istrinya.

Apalagi jika istrinya dari kabupaten lain maka dia akan menjadi tumpuan harapan dari masyarakat dari beberapa distrik dari dua kabupaten, apa lagi seseorang menjadi bupati maka dia akan menjadi tumpuan harapan dari banyak orang dari berbagai kalangan masyarakat, sehingga pejabat pemerintah menjadi tumpuan harapan masyarakat di Papua.

 

Pengaruh budaya pada indikasi korupsi Manusia Papua dalam kesehariannya selalu berpegang pada nilai-nilai adat yang mengajarkan untuk mengasihi orang lain yang membutuhkan bantuan dan ajaran agama yang mengajarkan Cinta Kasih. Dua hal ini selalu mewarnai kehidupan manusia papua siapapun dia, baik itu rakyat maupun pejabat pemerintah. Fenomena PNS yang saya gambarkan diatas adalah sebuah kenyataan yang terjadi di Papua, yang tak dapat dihindari oleh siapapun dia orangnya.

Jika kita menganalisa fenomena di atas dan nilai-nilai adat dan ajaran agama diatas maka yang namanya Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tidak akan terhindar banyaknya masyarakat Papua yang masih hidup dibawah garis kemiskinan. karena ketergantungan pada uang rupiah padahal jika uang tradisional yang dalam bahasa Moni disebut kigi (kulit kerang) masyarakat papua mempunyai jumlah yang banyak.

Dalam budaya dahulu para Ondoafi, Mananwir, Sonowi, Ap kain, Nagawan, Kayapak dan Tonowi adalah tumpuan harapan warga mereka mempunyai kewajiban memberikan makan, membantu pihak yang miskin, memberikan modal berupa babi, sehingga secara tradisi kesejahteraan rakyatnya dapat di penuhi oleh mereka, sekarang peranan itu sedang dimainkan oleh PNS dan Pejabat Pemerintah orang Papua yang baik hatinya, sehingga Tipikor tidak dapat dihindari, apalagi pejabat yang bertugas didaerah konflik seperti; Puncak, Puncak Jaya, Paniai, Mimika dan daerah lainnya.

 

Menurut saya kondisi yang saya gambarkan diatas akan dialami oleh siapapun dia masyarakat papua, baik mahasiswa, para pencari kerja maupun Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS)  kita tidak akan keluar dari fenomena ini, jangan kita katakan saya tidak, saya pasti akan lakukan sesuatu tanpa adanya Tipikor, fenomena ini haruslah dipahami juga oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang sedang advokasi korupsi di Papua.

 

Solusi Dengan fenomena di atas dan juga adanya kebijakan pemerintah yang kadang-kadang dikeluarkan tanpa perencanaan dan persiapan yang sistematis ini maka menurut saya dalam rangka mengatasi hal ini diperlukan yakni: pertama adanya konsep pemberdayaan ekonomi yang benar-benar dapat memutuskan mata rantai ketergantungan rakyat sehingga masyarakat dapat mandiri dan sejahtera yang melibatkan Bank Papua, agar bank ini menjadi banknya rakyat Papua bukan hanya bagi pengusaha/kontraktor Papua;  kedua, perlu ada pengaturan kependudukan untuk membatasi datangnya orang dari kampung ke kota yang hanya akan menciptakan ketergantungan dan menjadi beban keluarga PNS di Kota;  ketiga, perlu adanya Pos dana bantuan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang diberikan kepada pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan Pimpinan Daerah yang tidak perlu di audit sehingga dapat digunakan untuk membantu orang yang membutuhkan sebagai pelaksanaan nilai adat dan ajaran agama, Hal ini perlu diusulkan oleh Gubernur dan Bupati di Tanah Papua kepada Pemerintah Pusat; Keempat, perlu ada pendidikan wirausaha bagi PNS Papua agar dapat membuka usaha sebagai sumber pendapatan selain gaji; Kelima, perlu ada kesepakatan kegiatan yang perlu dan tidak perlu menjadi fokus penegak hukum untuk mengincar pelaku Tipikor contoh  proyek fisik untuk kepentingan umun perlu menjadi perhatian tetapi proyek-proyek non fisik tidak perlu jadi perhatian pelaku penegak hukum.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here