SALAH SATU BUDAYA TARIAN DARI KAMPUNG TABLASUPA DISTRIK DEPAPRE, foto : nesta/jeratpapua.orgSALAH SATU BUDAYA TARIAN DARI KAMPUNG TABLASUPA DISTRIK DEPAPRE, foto : nesta/jeratpapua.org

BATU, KAYU, DAN PESAN.

JERATPAPUA.ORG, JAYAPURA – Henriana Hatrawijaya, 50 tahun, menyimpan baik-baik tiga benda yang dibawa dari kampungnya itu seolah-olah belahan jiwanya. Batu dan potongan kayu caringin leuweung (beringin hutan) sepanjang 5 cm disimpannya dalam kameuti, tas khusus untuk perlengkapan ritual yang terbuat dari daun lontar, bersama kemenyan. Pesan dari Abah–sebutan bagi tetua dan kepala adat di kampungnya–dijadikan mantra tiga kata: RUU, persaudaraan, perdamaian. Lalu mantra itu dipahat di kepalanya agar tak lupa.

Dia mengatakan ketiga wasiat itu akan dibawa menempuh perjalanan sangat jauh, lama, dan melewati daerah berbahaya. Bermula di Kampung Adat Cisungsang, Banten, ujungnya di Danau Sentani, Papua.

Berangkat pada 10 Oktober 2022 bersama “muridnya”, Algar Yuliadi, keduanya mula-mula naik kereta api menuju timur, menyusuri pantai utara Jawa. Di Surabaya, mereka berganti moda, naik Kapal Sinabung, menuju Makassar. Di Laut Masalembo yang angker, yang pernah menenggelamkan Kapal Tampomas, kapalnya dihadang hujan dan petir. “Tapi ombak tidak besar,” ujarnya melalui telepon, Sabtu (15/10), dalam perjalanan menuju Baubau. Jika semua sesuai rencana, Pengurus Harian AMAN Banten Kidul ini akan berlabuh di Jayapura pada 20 Oktober.

Henriana dan Algar adalah utusan masyarakat adat Nusantara yang akan menghadiri Kongres Masyarakat Adat Nusantara VI (KMAN VI) di Wilayah Adat Tabi, Jayapura, Papua, pada 24-30 Oktober 2022. Inilah perhelatan besar lima tahunan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). “Sebanyak 2.449 komunitas adat dari seluruh Nusantara dipastikan hadir,” kata Ketua Panitia dan Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw. “Jumlah peserta 5 -10 ribu orang ditambah ratusan peninjau.”

Perhelatan serupa sebelumnya dilangsungkan pada 2017 di Tanjung Gusta, Sumatera Utara. Kala itu utusan masyarakat adat datang dengan membawa air dan tanah, bukan batu dan kayu. Yang tetap sama: mereka harus membawa pesan dari ketua adatnya.

Batu dan kayu, kata Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi, akan dikumpulkan saat Kongres. “Sebagai simbol kehidupan masyarakat adat di Nusantara,” ujarnya di Rumah AMAN Bogor pada Selasa (11/10). “Namun, sebelumnya, mereka melakukan perjalanan spiritual dulu ke tempat Kongres.”

Demikianlah, perjalanan spiritual itu bahkan berlangsung di atas kapal. Henriana bercerita, di Pelabuhan Bitung bakal naik 150 masyarakat adat dari Sulawesi Utara. Lalu di Sorong akan naik lebih banyak lagi utusan masyarakat adat. “Kita melihat banyak hal, bertemu banyak saudara, silaturahim. Inilah kenapa disebut perjalanan spiritual. Ini juga alasan kami naik kapal laut, bukan pesawat,” ujarnya.

OBHE PUAI ONGGI Salah satu Lokasi Tempat Serasehan KMAN VI di Tanah Tabi, foto : nesta/jeratpapua.org
OBHE PUAI ONGGI Salah satu Lokasi Tempat Serasehan KMAN VI di Tanah Tabi, foto : nesta/jeratpapua.org

Tapi kongres ini juga perjalanan intelektual. Menurut Ketua Panitia Mathius Awoitauw, KMAN VI akan diisi aneka acara, dari dialog umum, rangkaian sarasehan, sidang-sidang KMAN VI, Festival Danau Sentani, hingga perayaan Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Papua. Semua kegiatan, kata dia, diikat dengan tema besar “Bersatu Pulihkan Kedaulatan Masyarakat Adat untuk Menjaga Identitas Kebangsaan Indonesia yang Beragam dan Tangguh Menghadapi Krisis”.

Salah satu kegiatan Kongres itu adalah pemilihan Sekretaris Jenderal AMAN periode 2022-2027. Sebelumnya, Dewan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Nasional sudah menetapkan 10 calon, yakni Rukka Sombolinggi, Mina Setra, Erasmus Cahyadi, Arifin Saleh, Sardi Razak, Riky Aprizal, Eustobio Rero Renggi, Rukmini Toheke, Abdi Akbar, dan Deff Tri.

Kegiatan lainnya, itu tadi, hajatan untuk menambah ilmu. Karena itu ada banyak yo riya (sarasehan, red.). Selama 7 hari, masyarakat adat akan disuguhi 24 topik sarasehan yang menghadirkan sekitar 150 pembicara. Topiknya beragam, 2 tentang Papua, 22 topik umum tentang masyarakat adat.

Topik tentang Papua akan membedah implikasi otonomi khusus dan Daerah Otonomi Baru terhadap masyarakat adat, wilayah adat, dan lingkungan hidup Papua. Pematerinya antara lain Velix Venando Wanggai (Badan Otoritas Otonomi Khusus), Hariadi Kartodihardjo (IPB), Septer Manufandu (Jerat Papua), dan Nataniel Mandacan (Pemprov Papua Barat).

Topik tentang Papua lainnya tentang penyelamatan manusia, tanah, dan sumber daya alam Papua. Leo Imbiri (Dewan Adat Papua), Yafet Leonard Frangky (Yayasan Pusaka), Ahmad Taufan Damanik (Ketua Komnas HAM), dan Firli Bahuri (Ketua KPK) akan menjadi pembicara di sesi ini.

Topik umum sarasehan di antaranya tentang dinamika perjalanan pembahasan RUU Masyarakat Adat sejak tahun 2009 hingga saat ini. Dari sarasehan ini diharapkan dapat diketahui berbagai hambatan yang menjadi sebab RUU ini tak juga disahkan. Di panggung ini akan berbicara Rukka Sombolinggi (Sekjen AMAN), Sulaeman L Hamzah (Baleg DPR RI), hingga Moeldoko (Kepala Kantor Staf Presiden).

Henriana menggarisbawahi soal ini. Ia mengaku ada pesan soal RUU ini dari tetua adat. “Abah meminta saya menyampaikan pesan bahwa RUU harus segera disahkan,” ujarnya.

Selain soal RUU, topik sarasehan lainnya soal pengakuan negara atas masyarakat adat adalah pengakuan atas peradilan adat dan praktik-praktik demokrasi masyarakat adat. Tema ini diangkat karena faktanya peradilan adat masih banyak digunakan oleh komunitas adat dan praktik demokrasi masyarakat adat turut menentukan dinamika politik di daerah.

Bagi masyarakat adat yang ingin menyirap kabar teranyar mengenai peta wilayah adat, ada sarasehan khusus tentang masalah penting ini. Selain akan memaparkan perkembangan pemetaan dan registrasi wilayah adat, juga akan dikupas soal  Putusan MK 35. Pembicara kunci dalam sarasehan ini adalah Mathius Awoitauw, Bupati Kabupaten Jayapura.

Topik sarasehan lainnya menyangkut isu perubahan iklim dan penguatan ekonomi. Di antaranya topik bertajuk “Masyarakat Adat dan Transisi Energi Berkeadilan” yang akan mengupas soal potensi friksi dengan hak masyarakat adat atas lahan dan penghidupan, topik “Membangun Sistem Ekonomi yang Kuat dan Efektif Berbasis Nilai, Praktek dan Inovasi Masyarakat Adat” untuk merumuskan strategi ekonomi masyarakat adat, dan “Karbon di Wilayah Adat” yang akan mendiskusikan berbagai pandangan masyarakat adat mengenai perdagangan karbon di wilayah adat.

Di bidang pendidikan, KMAN VI menghadirkan topik “Pendidikan Adat”, “Depopulasi dan Marjinalisasi Masyarakat Adat”, hingga “Pengakuan dan Pelindungan Warisan Budaya Masyarakat Adat”. Pembicara untuk topik ini di antaranya I Gusti Ayu Bintang Darmawati, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Hilmar Farid, Direktur Kebudayaan, Kementerian Pendidikan.

Seluruh sarasehan itu digelar di obhe (balai adat) di 12 kampung, 10 di antaranya di kampung di sekitar danau Sentani, dua di pesisir di Jayapura. Di kampung-kampung di sekitar danau Sentani ini pula para utusan masyarakat adat akan tinggal. Mereka menjadi tamu masyarakat adat Tabi, yang mendiami wilayah Sentani dan sekitarnya. “KMAN VI akan menjadi pelangi indah di Wilayah Adat Tabi yang menjadi tuan rumah,” kata Mathius Awoitauw.( Mj. Tempo/ NM JeratPapua)

 

 

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *